Thursday 22 September 2016

22 September 2016

22 Sept 2016

Seminggu ini aku masih merasa ga tenang. Entah kenapa pikiranku berkutat seputar pertanyaan mengapa IVF kemarin gagal? Mengapa dan mengapa?
Aku browsing sana-sini mencari jawaban, bahkan bertanya pada teman masa SMAku yang kini jadi dokter kandungan. Ia menyarankanku untuk melakukan laparoscopy. Aku mencari tau tentang teknologi terkini bagaimana cara memperbesar persentase keberhasilan bayi tabung.
Aku merasa rasa penasaranku semakin besar. Mengapa kali ini pun masih belum berhasil, padahal aku pernah berhasil dan sekarang memiliki Emily.
Ingin kembali ke klinik dan bertanya pada dokter mengapa, tapi aku yakin dokterpun ga bisa menjawab dengan pasti, karena bagaimanapun semua kembali ke tangan Tuhan, dokter hanya perpanjangan tangan yang membantu kami.
Bukan aku tidak mempercayaiNya, bukan aku meragukanNya... tapi apakah aku yang terlalu keras kepala sehingga otakku berpikir semakin keras dan semakin penasaran.

Aku sempat tanya2 2 klinik fertilitas lain yang ada di Bandung, termasuk Klinik Aster tempat keberhasilan IVF Emily. Aku berpikir apakah aku ingin mencoba lagi dan kembali ke klinik itu. Bahkan aku pun mencari tau mengenai IVF di RS Melinda yang dikatakan bahwa bekerja sama dengan IVF Morula. Tapi 2 klinik tersebut tidak menggunakan metode IMSI seperti yang ingin kuketahui.
Hanya sebatas sampai aku mencari tahu berapa biaya di masing2 klinik tersebut, aku masih belum berani bicara dengan suamiku, apakah aku berniat mengulang lagi. Kemarin suami sempat bertanya, memang kamu mau coba lagi, dengan nada yang sedikit menggantung. Karena sebelumnya ia berkata padaku sudah cukup.
Akupun mengiyakan sudah cukup. Tapi semakin hari semakin besar rasa penasaran dan pertanyaan di otakku ini.
Di lain pihak, aku ragu ingin mencoba, karena biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit, memang. Jika diandaikan aku gagal lagi, dengan jumlah nominal yang terbilang tidak sedikit itu, banyak yang bisa kami lakukan dengan itu. Apakah menabung untuk sekolah Ems, apakah untuk renovasi rumah, dll dll.

Pertanyaan masih menggantung di otakku saat ini... dan aku bingung harus ke mana.

Friday 16 September 2016

15 September 2016 - When i'm exhausted...

Yes... I'm exhausted 😢

Pagi kemarin aku terbagun dan mencoba testpack... hasilnya negatif. Dua kali mencoba dan hasilnya tetap sama. Berharap ada sedikit garis samar di testpack itu, tapi percuma.
Sesudah antar Ems ke sekolah, aku menuju lab diantar suami untuk cek bHcg.
Sejak kejadian ambil darah hari kesembilan, langsung parno lihat jarum suntik 😅 padahal biasanya udah kebal. Untunglah ambil darah kali ini ga sakit sama sekali.
Hasil keluar sore. Aku udah berusaha mencoba ga memikirkannya, berusaha berpikir positif bahwa kalaupun hasilnya buruk sekalipun, rencana-Nya adalah yang terbaik untuk kami.

Menjelang sore, wa suami jangan lupa ambil hasil darah di lab, sedangkan Ems tidur siang hanya sebentar sekali. Aku lelah dan aku mencoba ikut tidur siang, tapi Ems udah ga bisa tidur lagi. Di saat aku mencoba tidur, Ems ga mengganggu sama sekali, ia cuma menunggu di sampingku sambil tiduran. Aku merasa bersyukur Tuhan masih memberiku seorang anak yang bisa menemaniku di saat seperti ini.
Saat aku bangun dan menyiapkan buah sore hari untuk Ems, ia terlihat ceria aku bangun.
Dan kabar buruk menghampiri... betul aja... wa dari suami bilang hasilnya sangat buruk... bHcg 0.6.
Rasanya ingin menangis...
Aku sepertinya sudah putus harapan...
Aku meraih dan memeluk Ems di pangkuanku, hal yang 2 minggu ini seminim mungkin kulakukan karena geraknya yang takut berdampak pada perutku. Aku menangis di pelukan anakku... yang tiba2 direspon olehnya dengan tangisan juga 😭
Aku cuma bisa bilang padanya maaf bahwa mama ga bisa memberikannya seorang adik.

Saat papanya pulang, Ems lari dan bercerita bahwa aku menangis. Dia berucap, mama jangan nangis...
Yang kusadari... apa yang kita alami, apa yang kita rasakan, apa yang kita lakukan, itu jelas berdampak langsung pada diri seorang anak.
Saat kita marah dan berteriak, anak pun akan merespon yang sama. Saat kita menangis, ia pun akan mengetahui apa yang kita rasakan.
Pernah suatu kali aku memarahi Ems, jawabannya adalah, "Emi ga suka dimarahin".
Ya... begitu polosnya anak kecil...
Bahkan sebetulnya kita yang banyak belajar dari diri mereka.

Malam sebelum tidur, Ems terus mengoceh, mama ga bisa kasih dede bayi, mama jangan menangis, nanti Emi udah gede kasih dede bayi 😨 (darimana ia dapat kata2 seperti ini)
Saat tidur, ia yang sebulan ini ditemani papanya, tidur di samping papanya, tiba2 beranjak dan menghampiriku. Ia mencium pipiku dan memelukku berulang kali.
Oh Tuhan... inikah tangan malaikat yang Kaukirim untukku?
Tangan malaikat yang pernah direnggut dari rahimku saat berumur 8 minggu?
Kini Kauberikan sungguh2 di sampingku. Sudah selayaknya aku bersyukur memilikinya, sudah selayaknya aku ga meminta lebih.

Ya... suamiku berkata, memang cuma dikasih Ems aja sepertinya, memangnya ga dikasih mau bagaimana, mikir Ems aja, mikir betapa indahnya ada dia...

Yes... it's the end of my IVF journey...
Aku sepertinya sudah menyerah... sudah tidak akan meminta lagi padaNya.
Cukup berusaha melakukan yang terbaik untuk Ems. Memberikan semua yang ia butuhkan, memberikan semua kasih sayang kami padanya.